LEGAL
MEMORANDUM
(
Pendapat Hukum )
Tentang
WANPRESTASI
POKOK
PERMASALAHAN
(
legal issue)
Apakah penafsiran / persangkaan yang dilakukan oleh
hakim dalam menentukan bahwa telah terjadi sebuah kesepakatan secara lisan
antara penggugat dan tergugat telah benar?
JAWABAN
SINGKAT
Tidak benar, karena hakim hanya
menggunakan pemikiran logikanya saja yang berdasarkan keterangan-keterangan
saksi, yang mana saksi-saksi tersebut tidak ada satu pun yang menyatakan bahwa
telah melihat ataupun mendengar telah terjadi kesepakatan secara lisan antara
penggugat dan tergugat.
FAKTA-FAKTA
1. Tergugat
memiliki rumah Tipe 36 luas 125 m², yang terletak di Perumahan Mondoroko Blok
AG No.10, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
2. Yang
membeli bahan-bahan bangunan dan yang membayar tukang-tukang untuk membangun
rumah sengketa adalah Penggugat.
3. Selama
proses pembongkaran rumah lama, maupun dalam pembangunan rumah baru, pihak Tergugat tidak pernah melarang ataupun
mencegah tukang-tukang tersebut untuk melakukan pekerjaannya membongkar rumah
lama dan membangun rumah baru.
ANALISA
Dalam sebuah proses
pembuktian dalam proses persidangan, menurut pasal 164 HIR ada 5 macam alat
bukti yang digunakan untuk pembuktian, yaitu:
1. Bukti
surat
2. Bukti
saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpahan
Dalam kasus ini, tidak ada bukti surat ataupun saksi
yang menyatakan bahwa telah terjadi sebuah kesepakatan di antara penggugat dan
tergugat. Penafsiran yang dilakukan oleh hakim dalam menentukan telah adanya
kesepakatan antara penggugat dan tergugat hanya berdasarkan pemikiran logika,
hakim melakukan hal itu hanya karena dari keterangan saksi-saksi yang
menyatakan bahwa dalam pembongkaran rumah dan pembangunan rumah tersebut,
tergugat tidak melakukan keberatan ataupun mengahalangi proses tersebut.
Padahal sudah jelas penjelasan para saksi yang terdapat di dalam putusan
tersebut, tidak ada satupun saksi yang menyatakan bahwa melihat atau mendengar
secara langsung bahwa telah terjadi kesepakatan antara penggugat dan tergugat.
Serta
Memang benar dalam hal pembuktian persidangan,
persangkaan hakim merupakan salah satu alat bukti. Namun, apabila hanya ada
satu persangkaan hakim saja, maka persangkaan hakim tersebut tidaklah dianggap
cukup untuk menganggap dalil yang bersangkutan itu terbukti.
Hakim juga menggunakan pasal 1925 BW, dalam hal
adanya pengakuan tergugat dihadapan persidangan atas saksi-saksi yang diajukan
oleh penggugat, tetapi saksi-saksi yang diajukan oleh penggugat itu sebenarnya
bukanlah saksi-saksi yang dapat menyebutkan bahwa benar telah terjadi sebuah
kesepakan antara penggugat dan tergugat. Oleh karena itu, pengakuan yang
dilakukan oleh tergugat tidak dapat menguatkan terbuktinya dalil tentang telah
terjadi kesepakatan antara penggugat dan tergugat.
KESIMPULAN
Alat- alat bukti dalam proses pembuktian sangatlah
penting, semua unsur harus terpenuhi untuk menentukan kebenaran sebuah dalil
yang terjadi. Namun, haruslah dilihat unsur mana yang lebih utama daripada
unsur-unsur tersebut.
Dalam putusan ini, seharusnya hakim dalam melakukan
persangkaan dan dalam hal ini persangkaan terhadap keterangan saksi-saksi,
hakim harus jelas menyimak semua penjelasan para saksi, sehingga dapat melihat
bahwa keterangan para saksi tidak bisa membuktikan bahwa telah terjadi
kesepakatan antara penggugat dan tergugat karena tidak ada satupun saksi yang
menyatakan bahwa telah melihat dan mendengar tentang adanya sebuah kesepakatan
antara penggugat dan tergugat.