Selasa, 14 Juni 2011

HUKUM KELUARGA NEGARA INDONESIA DAN NEGARA IRAN

Hukum Keluarga

1. Pencatatan Perkawinan

1. Perspektif Iran

Di Iran setiap perkawinan, sebelum dilaksanakan harus dicatat pada lembaga yang berwenang. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dihukum dengan hukuman penjara selama satu hingga enam bulan.

Aturan tentang pencatatan perkawianan termasuk pembaharuan yang berdifat regulatoryatau administrative. Sebab pelanggarnya hanya dikenai hukuman fisik, sementara pernikahanya dipandang sah. Peraturan seperti ini tidak dijumpai dalam pemikiran hukum klasik, baik dalam Mazhab Syiah maupun Mazhab Sunni.

1. Perspektif Indonesia

Pencatatan perkawinan merupakan upaya untuk menjaga kesucian (misaqon golizon). Realisasi dari pencatatn itu melahirkan Akta Nikah yang masing-masing dimiliki oleh istri dan suami. Akta tersebut bisa digunakan bila ada terjadi perselihan dikemudian hari.

Pasal 5 dan 6 Kompilasi Hukum Islam mengenai pencatatan perkawinanmengungkapkan beberapa garis hukum sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

(2) Pencatatn perkawinan tersebut, pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Unang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-Unang Nomor 32 Tahun 1954.

Pasal 6

(1) Untuk Memenuhi ketentuan dalam pasal 5 setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah Pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

(2) Perkawinan yang dilakukan di luar Pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak memiliki kekuatan hukum.



2. Batasan Usia Perkawinan

1. Perspektif Iran

Usia minimum boleh melaksanakan perkawinan bagi pria adalah 18 tahun dan bagi wanita 15 tahun. Bagi seorang yang mengawinkan seorang yang masih dibawah usia minimum dapat di penjara antara enam bulan hingga dua tahun. Jika anak perempuan dikawinkan di bawah usia 13 tahun, maka yang mengawinkannya dapat dipenjara selama dua hingga tiga tahun. Di samping itu bagi orang yang melanggar ketentuan ini dapat dikenai denda 2-20 riyal.

1. Prespektif Indonesia

Didalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 disebutkan : Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Ini juga diperkuat dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 15 yang menyebutkan bahwa : untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 UU Nomor 1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnua berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

3. Perceraian

1. Perspektif Iran

Hukum perlindungan Keluarga Tahun 1967 telah melakukan reformasi hukum yang bersifat administrative dan substantive sekaligus, yaitu dengan menghapus wewenang suami mengikarkan talak secara sepihak. Menurut pasal 8 UU tersebut, setiap perceraian , apapun bentuknya, harus didahului dengan permohonan pada pengadilan agar mengeluarkan sertifikat “tidak dapat rukun kembali” pengadilan baru mengeluarkan sertifikat setelah berupaya maksimal tetapi tidak berhasil mendamaikan.

Pengadilan dapat mengeluarkan sertifikat “ tak dapat rukun kembali “ atau keputusan fasakh pada kasusu karena alas an sebagai berikut:

1. Salah satu pasangan menderita sakit gila yang permanen atau berulang-ulang .

2. Suami menderita impotensi, atau dikebiri, atau alat vitalnya diamputasi.

3. Istri tidak dapat lagi melahirkan, menderita cacat seksual.

4. Suami atau istri dipenjara selama 5 tahun.

5. Salah satu pihak menghinati pihak lain. Dst

1. Perspektif Indonesia

Apabila Suami yang mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menceraikan istrinya, kemudian sang istri menyetujui disebut cerai talak. Hal ini diatur dalam pasal 66 UUP disebutkan:

(1) Seorang suami beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan siding guna menyaksikan ikrar talak.

(2) Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon.

Sedangkan dalam KHI disebutkan bahwa Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

4. Juru Damai (Arbirator)

1. Perspektif Iran

Pengadilan dapat menyerahkan penyelesaian perselisihan keluarga pada arbitrator jika diminta oleh pasangan suami isteri yang bersalah. Khusus kasus yang bekenaan dengan validitas perjanjian perkawinan dan perceraian yang berbelit-belit, ditangani oleh pengadilan, tidak diserahkan kepada arbitrator.

Arbitrator, selanjutnya akan berusaha merukunkan kembali pasangan yang berselisih dalam jangka waktu yang ditentukan oleh pengadilan. Hasilnya diserahkan kepaa pengadilan untuk ditindak lanjuti. Jika srbitrator tidak bias menyerahkan hasil usahanya dalam mendamaikan pasanagn yang berselisih dalamwaktu yang ditentukan, pengadilan akan mengambil alih usaha perdamaian itu serta menentukan keputusan selanjutnya.

1. Perspektif Indonesia

Lahirnya acara mediasi melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2008 (kemudian akan disebut PERMA), merupakan penegasan ulang terhadap Perma sebelumnya yaitu Nomor 2 Tahun 2003. Dilatar belakangi dengan menumpuknya perkara di lingkungan peradilan terutama dalam perkara kasasi, mediasi dianggap instrument efektif dalam proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.

Sesuai dengan maknanya, mediasi berarti menengahi. Seorang mediator tidaklah berperan sebagai judge yang memaksakan pikiran keadilannya, tidak pula mengambil kesimpulan yang mengikat seperti arbitrer tetapi lebih memberdayakan para pihak untuk menentukan solusi apa yang mereka inginkan. Mediator mendorong dan memfasilitasi dialog, membantu para pihak mengklarifikasi kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka, menyiapkan panduan, membantu para pihak dalam meluruskan perbedaan-perbedaan pandangan dan bekerja untuk suatu yang dapat diterima para pihak dalam penyelesaian yang mengikat. Jika sudah ada kecocokan di antara para pihak yang bersengketa lalu dibuatkanlah suatu memorandum yang memuat kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai

Mediasi merupakan salah satu dari beberapa penyelesaian sengketa. Berbagai proses penyelesaian sengketa adalah :

1. Litigasi di mana perselisihan diselesaikan melalui pengadilan.

2. Arbitrase suatu sistem di mana prosedur dan arbitrer dipilih oleh para pihak untuk membuat keputusan yang mengikat.

3. Konsiliasi proses yang sama dengan mediasi namun diatur oleh undang-undang.

4. Konseling di mana ada proses therapeutic yang memberikan nasihat membantu penangan masalah prikologikal.

5. Negosiasi adanya unsur diskusi, edukasi, pendekatan persuasive serta tawar menawar dengan pasilitas pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu masalah.

6. Fasilitasi suatu proses yang dipergunakan dalam perselisihan yang melibatkan berbagai pihak.

7. Case appraisal/neutral evaluation, suatu proses di mana pihak ketiga yang mempunyai kualifikasi memberikan pandangan berdasarkan fakta dan kehyataan yang ada.

8. Mini Tria, proses penyelesaian perselisihan dengan pertukaran informasi yang kemudian dicari jalan keluar melalui hadirnya senior eksekutif dari masing-masing organisasi.

9. Provati judging, suatu proses yang hampir sama dengan arbitrase di mana seorang eks hakim bertindak untuk memberikan keputusan dan para pihak sepakat untuk mentaati keputusan tersebut.