Mengenai peraturan tentang berakhirnya perjanjian diatur di dalam Bab XII Buku III KUH. Perdata. Peraturan untuk itu adalah perlu bagi kedua belah pihak, baik untuk menentukan sikap selanjutnya maupun untuk memperjelas sampai dimana batas perjanjian tersebut. Ada beberapa cara hapusnya suatu perjanjian yaitu :[1]
1. Pembayaran.
Yang dimaksud dengan pembayaran adalah pelaksanaan atau pemenuhan perjanjian secara sukarela, artinya tidak dengan paksaan.[2] Pada dasarnya pembayaran hanya dapat dilaksanakan oleh yang bersangkutan saja. Namun Pasal 1382 KUH. Perdata menyebutkan bahwa pembayaran dapat dilakukan oleh orang lain. Dengan demikian undang-undang tidak mempersoalkan siapa yang harus membayar, akan tetapi yang penting adalah hutang itu harus dibayar.
2. Penawaran Tunai Disertai dengan Penitipan
Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan adalah salah satu cara pembayaran untuk menolong debitur. Dalam hal ini si kreditur menolak pembayaran.[3] Penawaran pembayaran tunai terjadi jika si kreditur menolak menerima pernbayaran, maka debitur secara langsung menawarkan konsignasi yakni dengan menitipkan uang atau barang kepada Notaris atau panitera. Setelah itu notaris atau uang yang harus dibayarkan selanjutnya menjumpai kreditur untuk melaksanakan pembayaran. Jika kreditur menolak, maka dipersilakan oleh notaris atau panitera untuk menandatangani berita acara. Jika kreditur menolak juga, rnaka hal ini dicatat dalam berita acara tersebut, hal ini merupakan bukti bahwa kreditur menolak pembayaran yang ditawarkan. Dengan demikian debitur meminta kepada hakim agar penitipan (konsignasi) disahkan. Jika telah disahkan, maka debitur terbebas dari kewajibannya dan perjanjian dianggap hapus.
3. Pembaharuan Hutang
Pembaharuan hutang (novasi) adalah peristiwa hukum dalam suatu perjanjian yang diganti dengn perjanjian lain. Dalam hal para pihak mengadakan suatu perjanjian dengan jalan menghapuskan perjanjian lama dan membuat perjanjian yang baru.[4]
4. Perjumpaan Hutang
Dalam hal terjadinya perjumpaan hutang atau kompensasi terjadi jika para pihak yaitu kreditur dan debitur saling mempunyai hutang dan piutang, maka mereka mengadakan perjumpaan hutang untuk suatu jumlah yang sama.[5] Hal ini terjadi jika antara kedua hutang berpokok pada sejumlah uang atau sejumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama dan keduanya dapat ditetapkan serta dapat ditagih seketika.
5. Percampuran hutang
Percampuran hutang terjadi akibat keadaan bersatunya kedudukan kreditur dan debitur pada satu orang. Dengan bersatunya kedudukan dehitur pada satu orang dengan sendirinya menurut hukum telah terjadi percampuran hutang sesuai dengan Pasal 1435 KUH. Perdata.
6. Pembebasan hutang
Pembebasan hutang terjadi apabila kreditur dengan tegas menyatakan bahwa Ia tidak menghendaki lagi adanya pemenuhan prestasi oleh si debitur. Jika si debitur menerima pernyataan si kreditur maka berakhirlah perjanjian hutang piutang diantara mereka.
7. Musnahnya benda yang terhutang
Dengan terjadinya musnah barang-barang yang menjadi hutang debitur, maka perjanjian juga dapat hapus. Dalam hal demikian debitur wajib membuktikan bahwa musnahnya barang tersebut adalah di luar kesalahannya dan barang itu akan musnah atau hilang juga meskipun di tangan kreditur.[6] Jadi dalam hal ini si debitur telah berusaha dengan segala daya upaya untuk menjaga barang tersebut agar tetap berada seperti semula. Hal ini disebut dengan resiko.
8. Kebatalan/Pembatalan
Suatu perjanjian akan hapus jika ada suatu pembatalan ataupun dibatalkan. Pembatalan haruslah dimintakan atau,batal demi hukum.[7] Karena jika dilihat batal demi hukum maka akibatnya perjanjia.n itu dianggap tidak pernah ada, sedangkan dalam pembatalan, perjanjian dianggap telah ada akan tetapi karena suatu pembatalan maka perjanjian itu hapus dan para pihak kembali kepada keadaan semula.
9. Berlakunya syarat batal.
Syarat batal adalah syarat yang jika dipenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembati kepada keadaan semula, yaitu tidak pernah ada suatu perjanjian. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perjanjian, hanyalah mewajibkan si berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya jika peristiwa yang dimaksud terjadi.
10. Kadaluarsa atau lewat waktu.
Daluarsa adalah suatu upaya untuk rnemperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang diterima oleh undang-undang (Pasal 1946 KiJH. Perdata).
Jika dalam perjanjian tersebut telah dipenuhi salah s.atu unsur dari hapusnya perjanjian sebagaimana disebutkan di atas, maka perjanjian tersebut berakhir sehingga dengan berakhirnya perjanjian tersebut para piuak terbebas dari hak dan kewajiban masing-masing.
Daftar Pustaka
[1] Pasal 1381 KUH. Perdata
[2] Pasal 1383 KUH. Perdata
[3] Pasal 1404 KUH. Perdata
[4] Pasal 1413 KUH. Perdata
[5] Pasal 1425 KUH. Perdata
[6] Pasal 1444 KUH. Perdata
[7] Pasal 1446 KUH. Perdata